Batik Indonesia, sungguh membuat saya jatuh cinta dan bangga sebagai
bangsa yang memiliki kebudayaan berharga. Salah satunya adalah negara
yang mempunyai aneka ragam motif batik yang khas dan tak jarang
menceritakan isi sejarah.
Berbekal keinginan melihat pembuatan batik secara langsung di sebuah desa di Jawa Barat, saya berangkat menuju Cirebon dengan menggunakan bus PO Sahabat dari Pasar Rebo. Saya membayar ongkos di dalam bus. Berdasarkan hasil browsing tentang desa yang ingin saya kunjungi itu, tarif bus Jakarta - Cirebon adalah berkisar Rp 35.000- Rp 40.000. Saya mengeluarkan selembar uang lima puluh ribuan yang tidak dikembalikan oleh si kernet. Katanya pas. Saya pikir mungkin sudah naik ongkosnya. Bus AC yang tidak terlihat bagus dan supir yang mengendarai bus dengan kecepatan sedang untuk ukuran bus luar kota. Sekitar 2 jam kemudian, kursi sebelah saya akhirnya diisi oleh seorang Ibu - Ibu paruh baya. Saya sempat mengobrol dengannya yang ternyata akan turun di tempat yang sama dengan saya yaitu Plered, Cirebon. Disela - sela obrolan saya dengan si Ibu tentang Batik Trusmi yang akan saya kunjungi, beliau sempat bertanya berapa ongkos yang saya bayar dari Jakarta. Ternyata tarif yang sempat saya ketahui dari browsing itu adalah benar. Hanya dengen Rp 35.000 dari Jakarta sudah bisa membawa kita sampai ke Plered, Cirebon. Ternyata ada tips untuk menggunakan bus tanpa tarif yang tertulis jelas tersebut. Jadi sebelum naik atau masuk ke dalam bus, penumpang biasa tawar menawar ongkos dengan si kenek ataupun calo bus. Setelah deal, barulah naik dan saat membayar ongkos di dalam bus yaitu sesuai dengan yang disepakati bersama tadi. Saya merugi Rp 15.000 dari tarif biasanya. Sudahlah saya ikhlaskan untuk sebuah solo trip ini. Belum sampai di tujuan, tiba - tiba bus melipir dan menurunkan penumpang untuk di drop ke bus yang lain. Ternyata tidak hanya angkutan umum di Jakarta yang melakukan hal tersebut. Akhirnya saya dan si Ibu turun dari bus tersebut dan naik ke bus lain yang berlabel “Bhineka” yang jauh lebih bagus dari bus sebelumnya. Ada pilihan PO lain jurusan Jakarta - Cirebon yaitu Setia Negara dan Luragung Jaya. Saya duduk persis dibelakang supir, sedangkan si Ibu duduk di kursi seberang saya. Orangnya memang cukup ceriwis, sepanjang jalan si Ibu bercerita kepada penumpang didekatnya termasuk pada supir. Nampak kekeluargaan sekali suasananya. Seorang gadis di sebelah saya pun dengan ramah bertanya asal dan tujuan saya. Saya sempat menanyakan tentang kuliner Cirebon padanya. Ini yang saya senangi, bertemu orang baru di perjalanan dan membuat warna dan cerita tersendiri, apa lagi kali ini saya bertemu orang - orang yang cukup ramah di dalam bus.
Sekitar jam 1 siang saya sampai di daerah bernama Plered, Cirebon. Sang
Ibu yang saya temui di bus tadi juga kebetulan turun di Plered. Beliau
mengantar saya sampai ke tukang becak dan langsung tawar menawar harga
becak untuk saya. Setelah deal dengan harga Rp 5.000 untuk menuju Desa
yang saya ingin kunjungi, si Ibu pamit untuk melanjutkan perjalanan ke
rumahnya yang konon sudah dekat dari Plered. Beliau sempat menawarakan
saya untuk mampir ke rumahnya. Senang sekali saya mendapatkan keramahan
darinya dan juga beberapa penumpang bus serta supir bus kedua saya
tumpangi.
Kira - kira 5 jam perjalan Jakarta - Cirebon yang saya tempuh. Namun
sama sekali tak terasa karena terisi dengan obrolan sesama penumpang
bus. Siang itu Plered tampak agak mendung. Hanya 5 menit sampailah saya
pada Desa tempat tujuan saya singgah sebelum menuju kota Malang. Yak,
Desa Trusmi, Plered, Cirebon. Kampung di mana mayoritas penduduknya
adalah pekerja batik. Terhitung ada sekitar 3.000 pekerja di Desa
tersebut yang berasal dari Desa Trusmi dan sekitarnya.
Saya langsung diantar ke Batik Gunung Jati yang konon tertua di Kampung
tersebut. Tukang becak yang ramah dan sepertinya sudah sering membawa
tamu ke kampung itu. Saya diperbolehkan melihat proses pembuatan batik
di workshop Batik Gunung Jati. Sambutan yang ramah dari para pekerja
disitu. Di dalam ruangan persegi yang cukup besar, di situlah tempat
pembuatan batik Gunung Jati. Dari mulai memberi warna pada kain, setelah
itu batik di cap dengan stempel besar sesuai motif yang sudah ada.
Selanjutnya ada juga batik yang ditulis atau kombinasi cap dan tulis,
ada beberapa pekerja dari mulai Ibu - Ibu, Bapak - Bapak serta anak usia
remaja yang sedang membatik.
Setelah itu kain yang sudah bermotif di celupkan ke ember besar yang
sudah ada ramuan larutannya dan di jemur hingga kering. Saya tertarik
untuk mencoba membatik dengan menggunakan canting dan tinta atau yang
biasa disebut ‘malam’. Ternyata sangatlah tidak mudah menulis batik di
kain seukuran 2 meter itu. Karena saya belum cekatan menggunakan
canting, tinta atau malamnya pun menjadi beleberan sehingga tidak
membuat motif yang sesuai. Saking penasaran saya terus mencoba, sampai
akhirnya saya mampu membuat beberapa motif bunga sesuai arahan.
Menyenangkan membatik langsung di tempat produksi yang konon sudah sejak
puluhan tahun lalu berdiri. Sambil mengobrol-ngobrol dengan beberapa
pekerja yang cenderung agak pemalu, saya sempat menemui owner Batik
Gunung Jati, namun karena kesibukannya beliau hanya mempersilahkan saya
untuk melanjutan penelitian. Saya dikira mahasiswa yang sedang
menyelesaikan tugas. Baiklah, mungkin masih pantas mengaku 5 tahun
lebih muda dari usia saya sesungguhnya.
Desa Trusmi yang ramah. Terasa sejak saya menginjakkan kaki di Plered,
Cirebon sampai ke perkampungan batik Trusmi juga sampai ke semua
showroom yang saya kunjungi untuk mengetahui jenis dan motif yang mereka
buat dan jual, semua memperlihatkan keramahan terhadap pengunjung.
Motif yang paling terkenal dari Cirebon yang tergolong pesisir ini
adalah Motif “Mega Mendung”. Persis seperti guratan awan. Banyak pilihan
warna dari motif Mega Mendung. Mulai dari biru langit, hijau, merah
muda, kuning, coklat, merah tua dan lain lain. Harganya variatif, sesuai
dengan jenis batik dan kainnya.
Mulai dari Rp 30.000 sampai seterusnya ada di sini baik berupa kain
ataupun sudah dijahit menjadi baju. Paling mahal tentunya batik tulis,
karena dari segi pembuatan memang batik tulis sangatlah tak mudah dan
memerlukan waktu yang lama untuk membuatnya, bahkan bisa sampai
berbulan-bulan jika motifnya rumit. Batik cap lebih murah dari batik
tulis. Karena pembuatannya pun menggunakan cap. Ada juga batik kombinasi
antara batik tulis dan batik cap. Motifpun ada yang kombinasi. Selain
Mega Mendung, motif “Paksi Naga Liman” yang juga cukup terkenal dari
Cirebon yang juga terinfluence dari daerah Keraton Cirebon. Motif Paksi
Naga Liman berupa kereta kuda dan hampir semua motif tersebut diproduksi
dengan di tulis. Harganya sudah tentu paling mahal diantara jenis lain
seperti batik cap atau print. Batik tulis di bandrol mulai dari Rp
250.000. Ada juga motif “Kompeni” yang cukup terkenal dari Trusmi
Cirebon. Motif Kompeni ini bisa berupa Parang, Gentong, dll. Tak jarang
motif Mega Medung di kombinasikan dengan motif Kompeni.
Tak terasa hampir 4 jam saya berkeliling di Desa Trusmi mengunjungi
workshop dan juga showroom batik khas kota Cirebon. Tak jarang juga ada
show room yang menjual batik Pekalongan ataupun Jogja. Namun saya lebih
tertarik dengan batik asli Trusmi tentunya. Akhirnya saya membeli 3
potong batik berupa sajadah batik motif Mega Mendung untuk Ibu saya
tercinta, rok batik motif kombinasi kecil, dan juga kemeja batik motif
Mega Mendung kombinasi Kompeni. Jika anda mencari batik yang sudah di
jahit dengan model modern, tidak terlalu banyak bisa anda dapatkan di
Desa Trusmi ini, tidak seperti di Jogja atau Solo. Namun banyak showroom
yang juga menerima jasa jahit sesuai model yang anda kehendaki dan
sekitar 1 minggu jika sudah jadi pesanan akan dikirim ke alamat anda.
Akhirnya saya menyewa becak selama beputar - putar di Desa Trusmi yang cukup luas ini. Empat puluh ribu rupiah ongkos yang saya bayar sesuai dengan permintaan si tukang becak yang menurut saya tidak terlalu mahal dengan waktu sekitar 4 jam saya habiskan di Desa tersebut berkeliling dengan si Bapak becak yang setia mengantar dan menunggu saya mengunjungi showroom - showroom batik di situ. Puluhan showroom batik tentu akan memuaskan anda.
Desa Trusmi dengan penduduk yang ramah dan terlihat sudah cukup terbiasa
menerima wisatawan. Untuk anda pencinta batik ataupun traveler yang
belum menginjakkan kaki di Desa Trusmi, Plered, Cirebon, saya
rekomendasikan tempat ini untuk anda. Jangan lupa mampir ke workshop
untuk melihat langsung proses pembuatan batik. Pengalaman menarik yang
bisa ditempuh tak perlu jauh-jauh dari Jakarta. Jika anda ingin
menggunakan kereta Cirebon Express (Cirex) dengan harga Rp 85.000 untuk
kelas eksekutif, hanya sekitar 3 jam dari Jakarta, selanjutnya anda bisa
menyambung angkot dari Stasiun Kejaksaan Cirebon ke Plered dengan waktu
sekitar 30 menit dan lanjut naik becak ke Desa Trusmi. Jangan lupa juga
untuk kuliner di sana. Saya sempat mampir ke Nasi Lengko Pak Haji
Barno yang terletak di Pagongan yang cukup terkenal di kota ini. Tahu
gejrot, Nasi Jamblang juga merupakan makanan khas kota Cirebon. Tak
terasa sayapun sudah harus menuju stasiun untuk melanjutkan perjalanan
ke kota selanjutnya. Kunjungilah kota yang tidak terlalu hits namun
menyimpan budaya yang luar biasa mengagumkan dengan penduduk yang cukup
ramah ini. Mari kunjungi daerah wisata dalam negeri dan lihatlah betapa
kayanya negeri ini dengan beragam budaya serta keindahan alam yang
pantas untuk dibanggakan. Saya cinta Indonesia dengan ragam seni budaya
dan alamnya yang sangat indah. Bagaimana dengan anda?
Artikel & Liputan Indie Triana
By. Kompasiana.com
0 komentar:
Post a Comment